Thariq bin Ziyad
(Penakluk Negeri Andalusia)
"Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan : Menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”. Itulah ucapan yang dilontarkan oleh Thariq bin Ziyad saat ditanya mengapa ia membakar kapal perang saat akan menyerang Andalusia (Spanyol). Yuk kita ulik kisah nya.
Thariq bin Ziyad lahir pada tahun 50 H atau 670 M di Kenchela, Aljazair, dari kabilah Nafzah. Ia keturunan Arab, akan tetapi menjadi bagian dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Masa kecilnya sama seperti masa kecil muslim lain, ia belajar membaca dan menulis, juga menghafal surat-surat Alquran dan hadis-hadis.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya, Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.
Peristiwa penyerangan Andalusia sendiri tidak terlepas dari kedzaliman penguasanya sendiri yaitu Roderick, yang dimana dia melakukan kesewenang-wenangan dalam kekuasaan nya sehingga membuat rakyatnya membencinya dan tidak jarang terjadi pemberontakan dimana mana dan tidak jarang sebagian dari mereka hijrah mencari perlindungan dari penguasa muslim. Melihat hal itu Thariq bin Ziyad meminta izin kepada Khalifah Al Walid bin Abdul Malik melalui Musha bin Nushair untuk melakukan ekspansi ke Andalusia dan diizinkan oleh Khalifah yang sebenarnya usaha ekspansi ini sudah dilaksanakan sebelumnya.
Pada bulan Juli 710 M, berangkatlah empat kapal laut yang membawa 500 orang pasukan Islam terbaik. Pasukan ini segera melakukan strategi bagaimana cara mengatasi perang Andalusia, mereka belum melakukan kontak senjata dengan orang-orang Eropa. Setelah persiapan dirasa cukup dan info daerah ekspansi telah diperoleh, Thariq bin Ziyad membawa serta 7000 pasukan lainnya melintasi lautan menuju Andalusia bertambahlah 7.500 pasukan ekspansi tersebut.
Mendengar kedatangan kaum muslimin, Roderick yang tengah sibuk melawan pemberontak-kecil di wilayahnya langsung mengalihkan perhatiannya kepada pasukan kaum muslimin. Ia kembali ke ibu kota Andalusia kala itu, Toledo, untuk mempersiapkan pasukannya menghadang serangan kaum muslimin. Roderick bersama 100.000 pasukan yang dibekali dengan peralatan perang lengkap berangkat ke Selatan menyambut kedatangan pasukan Thariq bin Ziyad.
Ketika Thariq bin Ziyad mengetahui bahwa Roderick membawa pasukan yang begitu besar, ia segera menghubungi Musa bin Nushair untuk meminta bantuan. Dikirimlah pasukan tambahan yang berhasil sebanyak 5000 orang. Akhirnya pada 28 Ramadhan 92 H bertepatan dengan 18 Juli 711 M, bertemulah dua pasukan yang tidak sebanding di Medina Sidonia. Perang yang dahsyat pun berkecamuk saat berlangsungnya hari. Kaum muslimin dengan dukungan yang tetap kecil berhasil bertahan melawan orang-orang Visigoth pimpinan Roderick. Keimanan dan menjanjikan kemenangan atau syahid di jalan Allah telah memantapkan kaki-kaki mereka dan menyirnakan rasa takut dari dada-dada mereka. Di hari kedelapan, Allah pun memenangkan umat Islam atas bangsa Visigoth dan mengakhirilah kekuasaan Roderick di tanah Andalusia.
Setelah perang besar yang dikenal dengan Perang Sidonia ini, pasukan muslim dengan mudah menaklukkan sisa-sisa wilayah Andalusia lainnya. Musa bin Nushair bersama Thariq bin Ziyad berhasil membawa pasukannya hingga ke perbatasan di Andalusia Selatan. Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad tidak hanya berhasil mengalahkan penguasa-penguasa zalim di Eropa, namun mereka berhasil menaklukkan hati masyarakat Eropa dengan memeluk Islam. Mereka berhasil menyampaikan pesan bahwa Islam adalah agama yang mulia dan memuliakan manusia. Manusia tidak lagi menghinakan diri mereka di perwakilan, Kemuliaan hanya berpartisipasi dengan ketakwaan bukan dengan nasab, warna kulit, status sosial, dan materi. Musa dan Thariq juga berhasil menanamkan nilai-nilai tauhid, memurnikan penyembahan hanya kepada Allah semata.
Pada saat penyerangan Damaskus ada kisah yang menarik tentang sikap militansi Thariq bin Ziyad dengan pasukan nya, yaitu setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah. Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang berwibawa, dan tegas.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata; “Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian tidak lebih buruk daripada nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Demikian kisah beliau Rahimahullaah semoga kita dapat mengambil hikmah nya.
Penulis : Faiz Furqon Zulkarnaen Alhaq (Kepala Bagian Pembinaan PSDM AKMI Untirta)
Editor : Rafif/AKMISumber :
Daulatu al-Islam fii al-Andalusia, oleh Dr. Abdullah ‘Inan
Islamstory.com
Qishshatu al-Andalus min al-Fathi ila as-Suquth
Taarikh Fath al-Maghribi wa al-Andalus, Dr. Al-‘Ubadi
Thariq bin Ziyad
Reviewed by AKMI Untirta
on
Agustus 06, 2020
Rating:
Tidak ada komentar: