Wajah Indonesia
Oleh : Dewi Hijriani Sekar Ningtyas
“Duuukk” benturan yang cukup keras mendarat tepat dikepala seorang gadis bernama Nirmala hingga sanggup membuatnya terbangun dari tidurnya. “Duh kenapa nyetir bisnya ga hati-hati, ganggu orang lagi enak tidur aja” gumam Nirmala sambil mengelus kepalanya yang sedikit nyeri. Karena terbangun Nirmala kemudian memusatkan pandangannya ke arah jendela untuk memastikan suatu hal. “ah masih jauh, tidur lagi deh”.
Gemercik air yang mulanya belum ada sekarang sangat terasa didengar, wangi garam yang khas mulai semerbak tercium dan membuat hati Nirmala tidak sabar untuk turun. “Hah sampai juga”. Nirmala menghela napas panjang seraya menggerakan anggota tubuh yang sedikit tegang akibat perjalan tadi. Dia mulai berjalan menyisiri bibir pantai sambil sesekali bermain dengan air dan juga mengambil beberapa foto di kameranya. Beberapa jam setelah dari pantai pandangannya tertuju pada sederetan toko khusus menjual oleh-oleh, lantas Nirmala bergegas menghampiri tiap-tiap toko untuk melihat-lihat dan membeli beberapa oleh-oleh untuk dibawa pulang. Ketika sampai di salah satu toko Nirmala melihat beberapa turis yang hendak berkunjung juga. Dia melihat betapa senangnya turis-turis itu ketika berkunjung karena pelayanan dari para penjaga toko sangat ramah. Nirmala berdecak kagum melihat situasi itu, tidak disangka kalimat yang sering dia dengar tentang tanggapan dari turis kalau warga Indonesia itu sangatlah ramah kini bisa dia lihat secara langsung. Nirmala kemudian melanjutkan aktivitas berbelanjanya. Sedang asyiknya Nirmala memilah dan memilih, ada salah satu kue yang ingin dia beli, dia mendekati salah satu penjaga toko “Mas, saya mau beli yang ini.” sambil menunjuk kue yang dituju. “Mau berapa?” ucap penjaga toko seadanya. kening Nirmala berkerut karena merasa aneh dengan respon yang dia dapat dari penjaga toko yang satu ini, dia terdiam sebentar berusaha untuk tidak berfikir macam-macam. “saya mau beli 10 peaces aja”. Tanpa basa-basi penjaga toko itu langsung mengambil 10 peaces kue yang diminta Nirmala dan membungkusnya. “Jadi berapa ya mas?” Tanya Nirmala sedikit ragu. “Tanya sama kasirnya, kasir ada di situ”. Kebingungan Nirmala bertambah, seakan tak percaya terhadap perlakuan si penjaga toko. Dia berjalan kearah kasir sambil mencerna kejadian barusan. “Ah.. mungkin memang hanya penjaga yang tadi tidak bagus, aku akan coba ke pelayan yang tadi melayani turis, kelihatannya dia lebih baik”.
Memiliki ide tersebut, Nirmala berbelok arah mencoba untuk mendekati pelayan toko yang tadi dia lihat. “Permisi Mba, disini kue yang paling enak apa aja mba?”. Si penjaga toko yang kedua ini hanya menoleh seraya memperhatikan Nirmala dari ujung kepala sampai kaki “Oh orang sini” terdengar suara decakan si penjaga toko yang samar-samar oleh Nirmala. “Maaf mba, tadi bilang apa?” Tanya Nirmala pura-pura tidak mendengarnya. “Oh gapapa mba, tadi tanya kue ya? Mba tinggal liat aja di brosur disitu sudah lengkap semuanya” jawab penjaga toko dengan nada datar. Nirmala jelas tidak percaya bahwa respon dari penjaga toko yang awal mula dia lihat sangat begitu ramah ketika turis yang berkunjung, berubah begitu saja setelah penjaga toko ketika melihat dirinya. “Mba, saya ini mau beli, kenapa tidak mba aja yang kasih tau sendiri ke saya”. Melihat respon Nirmala, penjaga toko tersebut berbalik arah dan terlihat megambil sesuatu dari atas etalase, “ini mba daftar kue yang paling enak dan laris disini, silahkan mba lihat-lihat di etalase sebelah sana”. Benar-benar tidak habis pikir Nirmala diperlakukan seperti itu oleh penjaga toko tersebut. Nirmala mengambil brosur dari tangan penajaga toko tersebut kemudian berkata “Apa saya harus jadi bule dulu baru mbaknya ramah sama saya?”. Si penjaga toko pun seketika diam dan menunduk malu mendengar ucapan Nirmala barusan, akhirnya diajaklah Nirmala untuk melihat-lihat kue yang terpajang di etalase. Di sela-sela Nirmala melihat-lihat kue Nirmala berbicara kepada penjaga toko “Mba saya tau kalau ketika turis datang untuk berbelanja pasti mereka ga akan ribet, ga kayak orang Indonesia yang biasanya banyak nanya ini itu, tapi mau gimanapun jangan sampai dibandingkan seperti tadi. Maaf mba kalau saya tadi sedikit emosi”. Kemudian Nirmala tersenyum seolah mengisyaratkan agar si penjaga toko tidak malu lagi. Ucapan Nirmala itu seolah membuat penjaga toko sadar bahwa apa yang dia lakukan tidak seharusnya seperti itu, si penjaga toko tersebut kemudian membalas senyuman Nirmala. “Saya beli ini aja, saya ke kasir dulu, terimakasih mba” Nirmala bergegas ke kasir sambil mengambil dompet dan mengeluarkan beberapa lembaran uang untuk diberikan ke penjaga kasir.
Sungguh terkejut memang ketika kita sering mendengar tanggapan dari orang asing mengenai Indonesia, pasti salah satunya adalah kalimat “orang Indonesia itu ramah -ramah” namun ternyata tidak jarang warga Indonesia sendiri tidak ramah terhadap sesamanya. Mungkin menganggap bahwa kita satu tanah air jadi kita bisa melakukan apa saja dan harus dimaklumi. Apapun alasannya itu sungguh tidak masuk akal bukan?. Bagaimana bisa orang asing lebih dihargai di Negara yang bukan tempat kelahirannya ketimbang warga aslinya sendiri? Memang ini bukanlah suatu hal yang harus dibandingkan, melainkan memang kita harus mengahrgai satu sama lain, terlepas darimanapun ia berasal.
Wajah Indonesia
Reviewed by AKMI Untirta
on
Agustus 17, 2019
Rating:
Tipboards and tipboard tickets are popular forms of legal, charitable gambling in Minnesota. Illegal tipboards and tipboard tickets are additionally popular, especially throughout soccer season. Minnesota https://thekingofdealer.com/pharaoh-casino/ law requires the organizer or promoter of any Texas Hold'em event guarantee that|to make certain that} affordable lodging are made for gamers with disabilities.
BalasHapus